BANJARBARU, REPORTASE9.ID – Kabar mengejutkan terjadi di Kota Banjarbaru diduga kehilangan miliaran rupiah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) akibat tunggakan retribusi di dua pasar besar, yakni Pasar Bauntung dan Pasar Ulin Raya.
Berdasarkan data yang diperoleh Reportase9.id, tunggakan retribusi di Pasar Bauntung mencapai sekitar Rp5 miliar, sementara di Pasar Ulin Raya menembus Rp2,4 miliar.
Namun di balik kerugian besar itu, mencuat kabar adanya dugaan pembagian “jatah kios” kepada sejumlah oknum pejabat, termasuk diantaranya oknum anggota DPRD Kota Banjarbaru.
Penelusuran Reportase9.id mengungkap, isu pembagian unit kios di Pasar Bauntung sudah lama beredar di kalangan pedagang. Sejumlah pedagang yang ditemui mengaku hal itu bukan lagi kabar baru.
“Sudah rahasia umum. Pedagang semua tahu, tapi kami tidak tahu pasti di blok mana saja,” ujar salah seorang pedagang yang enggan disebutkan namanya.
Pedagang lain yang sudah berjualan sejak sebelum pasar direlokasi pun mengaku hal serupa. Ia menyebut banyak kios yang disebut-sebut dikuasai oleh pihak luar, termasuk oknum pejabat.
“Banyak kabarnya yang punya orang luar, pejabat-pejabat juga ada, termasuk dari DPRD,” ungkapnya.
Ia bahkan menyarankan agar persoalan itu langsung ditanyakan kepada pihak pengelola pasar.
“Kalau mau tahu, tanyakan ke kepala UPT Pasar. Tapi kadang mereka juga tidak mau terbuka,” ucapnya.
Temuan menarik lainnya, sejumlah kios di Pasar Bauntung ternyata tidak pernah beroperasi sejak pasar itu diresmikan pasca relokasi.
“Dari awal memang tidak pernah buka,” kata seorang pedagang lain.
Data yang dihimpun menyebutkan, Pasar Bauntung memiliki 1.091 unit terdiri dari ruko, toko, warung, los basah, los kering, hingga los penggilingan. Dari jumlah tersebut, 104 unit tercatat tidak aktif alias kosong.
Hingga berita ini diterbitkan, Dinas Perdagangan Kota Banjarbaru maupun pengelola Pasar Bauntung belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan adanya “jatah kios” untuk oknum pejabat tersebut.
Aturan Jelas Melarang Pejabat Kuasai Fasilitas Publik
Sebagai catatan, baik anggota DPRD maupun aparatur sipil negara (ASN) dilarang memiliki atau menguasai fasilitas perdagangan milik pemerintah daerah, karena berpotensi menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest).
Larangan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Pasal 422 huruf (g), yang menegaskan bahwa anggota DPRD dilarang menggunakan jabatan untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau pihak lain.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Pasal 5 huruf (k), juga menegaskan PNS dilarang terlibat dalam kegiatan yang mengarah pada konflik kepentingan.













Comments