Religi

Bekal Saat Di Tanah Suci, Ini Tempat Miqat & Larangan Ihram

0

KEMENAG, REPORTASE9.COM – Semua jemaah yang akan melaksanakan ibadah haji dan umrah, sebelum melaksanakan umrah wajib dan menuju Baitullah di Makkah harus berniat umrah di tempat miqat.

Konsultan ibadah Daerah Kerja (Daker) Madinah Aswadi Syuhadak pada Kamis (6/6/2024) mengatakan, mengutip buku “Tuntunan Manasik Haji dan Umrah” yang diterbitkan Kementerian Agama, miqat merupakan tempat atau waktu yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai pintu masuk untuk memulai haji atau umrah.

“Setelah mengambil miqat, jemaah menuju Baitullah dan mulai berlaku larangan saat berpakaian ihram,” katanya.

Menurutnya, ada dua macam miqat, yaitu pertama adalah Miqat Zamani, yaitu batas waktu melaksanakan haji, yang dimulai sejak 1 Syawal hingga terbit fajar pada 10 Zulhijjah, yang merupakan ketentuan waktu untuk melaksanakan ibadah haji dan untuk umrah, miqat zamani berlaku sepanjang tahun.

Kedua adalah Miqat Makani yaitu batas tempat untuk memulai ihram haji atau umrah, yang berarti ketentuan tempat di mana seorang jemaah harus memulai niat haji atau umrah.

Urutannya, jemaah melakukan miqat makani di lokasi yang telah ditentukan dengan berpakaian ihram, lalu melaksanakan salat sunah dua rakaat di lokasi miqat, mengucapkan niat, dan bertolak menuju Mekkah untuk melakukan Tawaf dan Sa’i.

Ada lima tempat yang menjadi lokasi miqat makani yang ditetapkan oleh Rasulullah SAW sebagai tempat miqat untuk berhaji atau umrah bagi warga dan setiap orang yang melewatinya walaupun bukan penduduk setempat.

Masing-masing jemaah dari berbagai negara menggunakan lokasi tertentu sebagai tempat miqat makani, disesuaikan dengan dari mana ia berasal, demikian pula dengan jemaah Indonesia. Ada lokasi-lokasi miqat yang biasa digunakan oleh jemaah haji atau umrah asal Indonesia.

Lokasi miqat makani tersebut adalah :

  1. Zulhulaifah (Bir Ali) menjadi tempat miqat bagi penduduk Madinah dan yang melewatinya. Jemaah haji asal Indonesia yang diberangkatkan pada gelombang pertama dan mendarat di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah mengambil miqat di Masjid Zulhulaifah (Bir Ali) yang berlokasi sembilan kilometer dari Madinah.
  2. Juhfah berlokasi sekitar 183 kilometer di arah barat laut Mekkah. Lokasi miqat ini biasanya digunakan jemaah dari Syria, Yordania, Mesir, dan Lebanon.
  3. Qarnul Manazil (as-Sail) di dekat kawasan pegunungan Taif, sekitar 94 kilometer di timur Makkah. Biasanya, titik miqat ini menjadi lokasi miqat bagi jemaah dari Dubai.
  4. Yalamlam berada di arah tenggara Mekkah, dengan jarak sekitar 92 kilometer. Ini adalah lokasi miqat bagi jemaah dari Yaman dan mereka yang melalui rute yang sama, seperti jemaah dari India, Pakistan, China, dan Jepang. Jemaah haji Indonesia yang mengambil miqat saat perjalanan di pesawat biasanya dilakukan ketika pesawat mendekati Yalamlam. Kru pesawat akan mengumumkan jika pesawat sudah akan melintas di atas Yalamlam. Jika mengambil miqat di pesawat, maka jemaah dianjurkan segera berpakaian ihram dan melakukan niat haji/umrah di dalam hati dan mengucapkannya dengan lisan.
  5. Zatu Irqin yang berjarak sekitar 94 kilometer di arah timur laut Mekkah. Biasanya, digunakan sebagai lokasi miqat jemaah dari Iran dan Irak atau yang melalui rute yang sama.

Lebih lanjut, Aswadi menerangkan ada beberapa lokasi miqat makani bagi jemaah asal Indonesia, tergantung gelombang keberangkatan.

Jemaah haji gelombang I yang mendarat di Madinah akan mengambil miqat di Bir Ali (Zulhulaifah), sementara jemaah haji gelombang II yang turun di Jeddah memiliki beberapa opsi mengambil miqat, yaitu: bisa di asrama haji embarkasi, di dalam pesawat ketika pesawat melintas sebelum atau di atas Yalamlam, dan Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah.

Bandara Internasional King Abdul Aziz dijadikan lokasi miqat setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa pada 28 Maret 1980 tentang keabsahan Bandara Jeddah sebagai tempat miqat yang ini dikukuhkan kembali pada 19 September 1981.

Selain itu, ada Masjid Tan’im yang berjarak 7,5 kilometer dari Masjidil Haram, Makkah yang menyimpan sejarah bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah umrah, dimana Masjid ini juga menjadi lokasi miqat penduduk Makkah.

Sejarah Masjid Tan’im bermula ketika istri Rasulullah SAW, Sayyidah Aisyah RA tidak bisa ikut melaksanakan umrah bersama rombongan setelah Haji Wada’ karena enurut suatu riwayat, dijelaskan bahwa kala itu Sayyidah Aisyah RA sedang haid.

Sayyidah Aisyah RA kemudian melaporkan kepada Rasulullah SAW begitu telah suci dari hadas, dan Rasulullah SAW memerintahkan saudara laki-laki Aisyah RA yang bernama Abdurrahman bin Abu Bakar mengantarkan Aisyah RA ke Tan’im guna melaksanakan umrah.

Aswadi mengingatkan juga mengingatkan ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat miqat, misalnya saat miqat di Bir Ali yang dilakukan jamaah dari Madinah sebelum bertolak ke Mekkah.

Seluruh jemaah sudah mengenakan pakaian ihram, dimana jemaah laki-laki harus melepas semua pakaian dalam sebelum berangkat dari hotel dan berpakaian ihram menuju Zulhulaifah/Bir Ali, dimana mengenakan pakaian ihram juga bisa dilakukan di lokasi miqat.

Saat di Bir Ali, melaksanakan shalat sunah ihram sebanyak dua rakaat, lalu jemaah berniat ihram umrah atau haji yang disampaikan dalam hati dan mengucapkan secara lisan.

Bagi jemaah perempuan yang sedang haid atau jemaah yang sakit, mereka bisa berniat ihram umrah atau haji di dalam bis.

Setelah miqat dan mengucapkan niat, maka berlaku larangan-larangan saat berihram.

Larangan saat berihram bagi jemaah laki-laki di antaranya adalah mengenakan pakaian biasa, sepatu yang menutup tumit dan mata kaki, dan dilarang memakai tutup kepala.

Sementara, bagi jemaah perempuan, larangannya adalah tidak boleh berkaus tangan dan menutup muka.

Larangan umum, baik untuk laki-laki maupun perempuan adalah dilarang menggunakan wangi-wangian (kecuali sebelum berihram), melakukan hubungan suami-istri, memotong kuku, mencabut/memotong rambut atau bulu, serta tak boleh memburu binatang.

Dalam perjalanan dari miqat menuju Masjidil Haram, jemaah dianjurkan banyak membaca talbiyah, yaitu: Labbaik Allahumma labbaik, labbaika laa syariika laka labbaik, innal hamda wan ni’mata laka wal mulk laa syariika laka labbaik

“Aku penuhi panggilanMu ya Allah, aku penuhi panggilanMu ya Allah dan tiada sekutu bagiMu. Sesungguhnya segala puji, nikmat, serta kekuasaaan hanya bagi-Mu tanpa sekutu apa pun bagi-Mu.”

“Dengan mengetahui apa saja yang akan dijalani saat menjalankan ibadah haji dan umrah, termasuk miqat, maka akan memudahkan kita saat melakukan rangkaian ibadah,” tandas Aswadi. (Sumber : Humas Kemenag RI/Reportase9.com)

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

More in Religi