Daerah

Kasus Mama Khas Banjar, Akademisi ULM: Jangan Hukum UMKM Sebelum Negara Hadir

0

KALSEL, REPORTASE9.ID – Penanganan hukum terhadap UMKM Mama Khas Banjar di Banjarbaru karena pelanggaran pelabelan pangan terus menjadi sorotan.

Salah satunya datang dari Akademisi Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Dr.Eng. Akbar Rahman, ST., MT., yang menilai langkah pemidanaan terhadap pelaku usaha kecil tersebut terlalu tergesa dan mengabaikan akar persoalan yang lebih luas.

“UMKM adalah tulang punggung ekonomi kita. Tapi banyak dari mereka belum paham regulasi. Kalau edukasi dan pendampingan dari negara belum ada, jangan langsung dihukum,” tegas Akbar, Senin (12/5/2025).

Ia mengibaratkan kasus Mama Khas Banjar sebagai puncak gunung es dari berbagai permasalahan yang dihadapi UMKM di Kalimantan Selatan. Menurutnya, banyak pelaku usaha yang menjalankan usaha secara turun-temurun tanpa mendapatkan pelatihan atau informasi memadai soal perizinan, pelabelan, dan standar keamanan pangan.

“Mereka fokus berjualan, bukan karena mengabaikan aturan, tapi karena kurangnya sosialisasi. Jika terjadi pelanggaran, itu lebih karena ketidaktahuan, bukan niat buruk,” jelasnya.

Akbar menekankan pentingnya pendekatan restoratif dalam menyikapi pelanggaran UMKM, terutama yang bersifat administratif seperti pelabelan produk. Ia mendorong adanya pembinaan, bukan hukuman.

“Jadikan kasus ini momentum untuk memperbaiki tata kelola UMKM, bukan mencari siapa yang salah. Ini soal sistem,” tambahnya.

Lebih jauh, ia memaparkan bahwa pembinaan terhadap UMKM seharusnya dilakukan secara bertahap: mulai dari sosialisasi aturan, edukasi, pendampingan langsung, pengawasan berkala, hingga evaluasi menyeluruh.

“Kalau tahapan ini belum dijalankan dengan konsisten, tidak adil jika UMKM langsung dibawa ke ranah hukum. Pemerintah harus hadir lebih dulu secara utuh,” tegas Akbar.

Ia juga menyoroti pengalamannya dalam mengembangkan produk teknologi Eco Engine yang terganjal oleh rumitnya perizinan di BPOM, meski skalanya masih kecil. Hal ini menurutnya menjadi hambatan besar bagi pelaku UMKM yang ingin naik kelas.

Akbar menilai pendekatan pemerintah terhadap UMKM selama ini masih terlalu pasif dan birokratis. Ia mendorong pendekatan proaktif, seperti jemput bola ke lapangan, serta kolaborasi lintas sektor.

“Kalau kekurangan tenaga pendamping, libatkan kampus. Perguruan tinggi punya program pengabdian masyarakat yang bisa diarahkan untuk mendampingi UMKM,” sarannya.

Selain kampus, ia juga mengusulkan pemanfaatan dana CSR dari perusahaan serta keterlibatan BUMD untuk membantu UMKM dalam hal teknis dan finansial—mulai dari desain kemasan, alat pelabelan, hingga pelatihan kewirausahaan.

Menurutnya, kasus Mama Khas Banjar adalah peluang emas untuk memperbaiki ekosistem pembinaan UMKM di Kalimantan Selatan, bahkan secara nasional.

“Kalau tidak ditangani dengan bijak, kasus ini bisa membuat pelaku UMKM takut berusaha. Ini bahaya bagi pertumbuhan ekonomi lokal,” ucap Akbar.

Ia pun berharap Kementerian UMKM menjadikan kasus ini sebagai alarm untuk memperkuat sistem pendampingan UMKM secara menyeluruh.

“Kalau benar-benar didampingi, bukan tidak mungkin UMKM kita bisa bersaing secara nasional, bahkan menembus pasar ekspor. Tapi negara harus hadir sejak awal,” pungkasnya.

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

More in Daerah