BANJARBARU, REPORTASE9.ID – Kekeliruan administratif di tubuh Bank Kalsel berbuntut panjang dan menimbulkan persepsi publik yang keliru terkait keuangan daerah.
Kota Banjarbaru, yang selama ini dikenal dengan tata kelola fiskal yang transparan, tiba-tiba disebut memiliki dana mengendap hingga Rp5,165 triliun—menempatkannya di posisi ketiga nasional setelah DKI Jakarta dan Jawa Timur.
Namun, temuan itu ternyata berakar pada kesalahan input data dalam laporan Antasena LBUT-KI Keuangan Bulanan Bank Kalsel yang ditandatangani oleh Direktur Utama, Fachrudin.
Dalam laporan tersebut, rekening milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Pemprov Kalsel) keliru tercatat sebagai milik Pemerintah Kota Banjarbaru.
Kesalahan Teknis yang Berdampak Nasional
Masalah bermula dari kesalahan pada pengisian sandi Golongan Pihak Lawan (GPL). Kode untuk Pemerintah Provinsi (S131301L) secara tidak sengaja diisi dengan kode Pemerintah Kabupaten (S131303L) dan Pemerintah Kota (S131302L).
Akibatnya, 13 rekening dengan total saldo Rp4,746 triliun milik Pemprov Kalsel tercatat seolah-olah milik Kota Banjarbaru. Kesalahan fatal ini membuat Banjarbaru muncul dalam daftar nasional daerah dengan dana mengendap terbesar versi Kementerian Keuangan, sebagaimana disampaikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 di Jakarta, Senin (20/10/2025).
Mengetahui adanya laporan tersebut, Wali Kota Banjarbaru Hj. Erna Lisa Halaby langsung mengambil langkah cepat. Tanpa berspekulasi di ruang publik, ia memimpin proses klarifikasi resmi melalui jalur institusional, di hadapan Wakil Menteri Dalam Negeri Akhmad Wiyagus, Dirjen Bina Keuangan Daerah Dr. A. Fatoni, serta melibatkan pihak Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Bank Kalsel.
“Isu ini harus diselesaikan dengan data, bukan opini,” tegas Wali Kota Lisa.
Ia menambahkan bahwa akurasi data perbankan daerah sangat penting karena “satu kesalahan teknis saja dapat memengaruhi reputasi dan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.”
Cermin Lemahnya Tata Kelola Perbankan Daerah
Peristiwa ini menjadi refleksi serius bagi perlunya reformasi tata kelola data dan pelaporan di lembaga perbankan daerah. Kesalahan input kode wilayah bukan sekadar masalah teknis, tetapi juga mencederai kredibilitas fiskal dan dapat menyesatkan arah kebijakan publik berbasis data.
Sebagai bank milik daerah, Bank Kalsel seharusnya memiliki prosedur validasi berlapis sebelum menyampaikan laporan keuangan kepada regulator nasional. Kelalaian ini menimbulkan pertanyaan soal pengawasan internal, sistem audit data, dan tanggung jawab manajerial di lingkungan Bank Kalsel.
Menurut Plt Kepala BPKAD Kota Banjarbaru, Sri Lailana, hasil rapat sinkronisasi data antara Bank Indonesia dan Bank Kalsel yang digelar di Gedung H Lantai 8 Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, pada 24 Oktober 2025, membuktikan secara tegas bahwa kesalahan terjadi di pihak Bank Kalsel.
“Kode wilayah yang seharusnya tercatat untuk Pemerintah Provinsi Kalsel justru dimasukkan sebagai dana milik Pemerintah Kota Banjarbaru,” jelas Sri Lailana.
“Kesalahan ini bukan hal sepele karena berdampak langsung terhadap citra dan kredibilitas fiskal daerah,” imbuhnya.
Dengan adanya klarifikasi resmi, kini jelas bahwa Kota Banjarbaru tidak memiliki dana mengendap sebesar Rp5,165 triliun. Nilai tersebut adalah dana milik Pemprov Kalsel yang keliru dilaporkan oleh Bank Kalsel.
Wali Kota Hj. Erna Lisa Halaby menegaskan bahwa Pemerintah Kota Banjarbaru akan terus menjaga transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.
“Kami tidak akan membiarkan kesalahan data sekecil apa pun mencoreng nama baik Banjarbaru. Pemerintah Kota bekerja dengan prinsip kehati-hatian dan integritas,” tegasnya.
Ia juga memastikan koordinasi lebih intensif dengan otoritas perbankan dan lembaga pengawas keuangan agar kejadian serupa tidak terulang.
“Integritas fiskal adalah fondasi kepercayaan warga kepada pemerintahnya, dan itu akan terus kami jaga,” tutupnya.















Comments