KEMENDAGRI, REPORTASE9.COM – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian apresiasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di angka 5,11 persen yang menunjukkan ekonomi Indonesia tumbuh positif pada triwulan I tahun 2024 dan lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun 2023.
Hal ini disampaikan Mendagri pada Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP) Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta pada Senin (13/5/2024).
“Nah dengan angka 5,11 persen ini, di negara-negara G20 negara kita di urutan nomor dua setelah Cina, ini angka yang sangat bagus, stabil dan menjadi sorotan dunia, pujian dunia,” katanya.
Namun demikian, angka tersebut belum menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang merata di berbagai wilayah di Indonesia.
Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah 12 Mei 2024, distribusi Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan I tahun 2024, nilai tertinggi masih berada di Pulau Jawa (57,70 persen), diikuti oleh Sumatra (21,85 persen), Kalimantan (8,19 persen), Sulawesi (6,89 persen), Bali dan Nusa Tenggara (2,75 persen), serta Maluku dan Papua (2,62 persen).
Sementara itu, secara spasial tiga kelompok provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah Maluku dan Papua, Sulawesi, serta Kalimantan, dimana pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut didorong oleh kegiatan pertambangan, industri logam, dan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
“Maluku dan Papua angka 12,15 persen pertumbuhan ekonomi, ini tinggi. Kemudian kita lihat yang kedua adalah daerah Sulawesi. Artinya bergeliat Maluku dan Papua, kemudian Sulawesi ini bergeliat ekonominya, bukan hanya bergeliat tapi bergerak kencang, Sulawesi 6,35 persen, angka yang cukup bagus. Kemudian Kalimantan 6,17 persen, berikutnya Bali-Nusra itu di angka 5,07 persen,” ungkapnya.
Mendagri mengingatkan dalam upaya menjaga pertumbuhan ekonomi, pihaknya meminta pemerintah daerah (Pemda) terus melakukan tindak lanjut secara serius, terutama berkoordinasi mengendalikan inflasi.
Apalagi situasi dunia juga berjalan dinamis yang berpengaruh terhadap kondisi dalam negeri, seperti masih adanya krisis di Timur Tengah yang berdampak terhadap ketidakpastian situasi ekonomi dunia.
“Saya minta follow up rekan-rekan di daerah untuk betul-betul serius melaksanakan koordinasi inflasi, masyarakat kita [yang] membutuhkan banyak didominasi low class. Politik ini menjadi banyak komoditas dari elite menengah ke atas, tapi masyarakat bawah terutama yang low class mereka lebih peduli kepada masalah urusan-urusan sehari, terutama urusan masalah kebutuhan hidup, pangan, maka ini penting sekali pengendalian inflasi dan menjaga pertumbuhan ekonomi,” tandasnya.

Tito Karnavian juga mendorong pemerintah daerah (Pemda) mempercepat realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mengingat saat ini telah memasuki bulan Mei 2024.
Berdasarkan data yang dikantonginya, realisasi pendapatan APBD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota per 30 April 2024 lebih rendah dibanding tahun lalu dan jika tahun 2023 pada periode yang sama mencapai angka 23 persen, sekarang turun menjadi 21 persen, padahal situasi politik sudah lebih stabil dan situasi ekonomi juga membaik.
“Kekuatan dari daerah itu adalah dari APBD, kita melakukan intervensi. APBD diharapkan pendapatannya, pendapatan itu di bulan April-Mei sudah mencapai target, paling tidak sudah mencapai di angka 40 persen, 30-40 persen pendapatannya, baik dari pusat maupun dari PAD (Pendapatan Asli Daerah),” katanya.
Mendagri menjelaskan, realisasi APBD memiliki pengaruh besar terhadap tingkat inflasi, sehingga daerah yang kurang optimal merealisasikan APBD cenderung mengalami inflasi yang tinggi dan pihaknya meminta Pemda untuk serius membahas persoalan tersebut secara internal.
“Tolonglah untuk daerah-daerah, rekan-rekan masalah APBD ini dirapatkan khusus internal, karena sangat berpengaruh sekali lagi [terhadap] belanjanya. Pendapatan tinggi, uang punya, bisa melakukan intervensi. Belanjanya tinggi, uang beredar di masyarakat, swasta akan hidup dan itu akan sangat membantu untuk menekan inflasi,” jelasnya.
Di sisi lain lanjut Mendagri, belanja pemerintah memiliki dua fungsi utama, yaitu meningkatkan peredaran uang di masyarakat, sehingga daya beli menguat dan konsumsi rumah tangga pun ikut terkerek.
“Konsumsi rumah tangga merupakan kontributor nomor satu untuk membangun atau membuat angka economic growth, pertumbuhan ekonomi. Kalau konsumsi masyarakat rendah, maka pertumbuhan ekonominya akan rendah,” ujarnya.
Fungsi kedua dari belanja pemerintah adalah untuk mendorong pertumbuhan dan mestimulasi kebangkitan sektor swasta, dimana ketika belanja di daerah rendah, maka kemungkinan besar sektor swasta akan kolaps, apalagi di daerah-daerah yang PAD-nya mengandalkan transfer dari pemerintah pusat.
“Meski demikian, dalam realisasi belanja pun perlu mempertimbangkan pendapatan. Belanjanya kita harapkan juga tidak jauh dari pendapatan,” tegasnya. (Sumber : Humas Kemendagri RI/Reportase9.com)
Comments