JAKARTA, REPORTASE9.ID – Suara lantang disuarakan Komisi II DPRD Kota Banjarbaru dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (29/4/2025), terkait penanganan hukum terhadap pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Isu ini mencuat setelah kasus yang menimpa pemilik UMKM Mama Khas Banjar, Firly Norachim, menjadi perhatian publik. Dalam RDPU yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan itu, istri Firly, Ani, turut hadir didampingi kuasa hukum dari kantor hukum Faisol Abrori.
Anggota Komisi II DPRD Banjarbaru, Emi Lasari, menekankan pentingnya reformasi pendekatan hukum terhadap UMKM. Ia menyoroti belum efektifnya implementasi Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Koperasi dan UKM dengan Polri yang ditandatangani pada 2021.
“MoU itu seharusnya menjadi dasar hukum agar penanganan kasus UMKM lebih mengedepankan pembinaan, bukan pidana. Sayangnya, sampai saat ini belum diturunkan ke daerah dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama (PKS),” ujarnya.
Emi menegaskan bahwa tanpa rasa aman dari ancaman kriminalisasi, UMKM sulit berkembang. Ia menolak pendekatan represif yang langsung mengarah ke jalur pidana terhadap pelaku UMKM yang masih dalam tahap pembelajaran.
“Penegakan hukum harus proporsional. Jalur pidana itu sebaiknya menjadi opsi terakhir, bukan langkah awal. Kalau terlalu cepat dipidanakan, bisa mematikan semangat berusaha,” ungkap Emi.
DPRD Banjarbaru pun mengusulkan pendekatan restorative justice sebagai solusi alternatif. Menurut Emi, keadilan restoratif lebih mengedepankan penyelesaian damai dan pemulihan antar pihak, ketimbang menghukum pelaku.
“Kami mendesak agar pendekatan ini diadopsi, khususnya dalam kasus-kasus UMKM seperti yang dialami Firly. Ini soal keberlangsungan usaha rakyat kecil, bukan sekadar perkara hukum biasa,” tegasnya.
Langkah ini diharapkan bisa menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi UMKM untuk bertumbuh, tanpa bayang-bayang kriminalisasi di tengah keterbatasan yang mereka hadapi.
Comments